Peta Situs | Komunitas Tzu Chi | Links  
| Tentang Kami | Berita Tzu Chi | Misi & Visi |Cara Berpartisipasi | Jadwal Kegiatan | Inspirasi | Kantor Penghubung |Kata Perenungan |


KECERIAANMU MASIH TERKENANG DI HATIKU

“Kapan kita meninggal, kita tidak akan tahu. Semua itu sudah diatur oleh-Nya. Ibu tidak usah menangis, kita meninggal pun tidak akan tahu kapan waktunya.”

Siang itu, 1 November 2004, di bawah terik matahari para relawan Tzu Chi menanti kedatangan pasien dari Pontianak nun jauh di Pulau Kalimantan. Kami menunggunya di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Nampak dari kejauhan seorang ibu sedang mendorong kursi roda dan seorang anak berusia 8 tahun terduduk lemah di atasnya. Dengan ramah, relawan Tzu Chi menyambut sang ibu dan menghampiri Ani yang menderita kanker tulang sejak 1 tahun yang lalu. Luka di kaki kanan Ani bernanah, mengeluarkan cairan dan bau yang menyengat hidung. Keadaannya cukup darurat.

“Kapan Ani Dioperasi, A-yi?”
Relawan Tzu Chi segera membawa Ani ke RS. Sentra Medika di Depok, Bogor dan langsung ditangani oleh dokter ortopedi. Setelah melalui pemeriksaan medis secara lengkap, diketahui bahwa Ani menderita kanker tulang stadium lanjut dan harus segera menjalani tindakan operasi serta kemoterapi. Karena keterbatasan alat medis, dari RS. Sentra Medika Ani dirujuk ke RS. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.

Hari telah menjelang senja, dengan membawa surat rujukan dari dokter, Ani dibawa ke RSCM dengan mobil ambulans Poliklinik Cinta Kasih Tzu Chi. Menempuh perjalanan 2 jam lamanya, akhirnya Ani tiba di RSCM dan dirawat di IGD (instalasi gawat darurat).
Satu hari setelah dirawat di Irna A Lt. III kiri, relawan Tzu Chi, Susanti, datang menjenguknya dan menyapanya, ”Selamat pagi Ani, bagaimana keadaanmu?” Mendengar sapaan lembut Susanti, paras wajah Ani tampak sangat senang. Bibirnya sedikit bergetar kala mengucapkan, “Selamat pagi juga, A-yi (panggilan pengganti bibi dalam bahasa Mandarin).” Kemudian dengan lugu Ani bertanya, “A-yi, kaki Ani sakit sekali, kapan Ani dioperasi, A-yi?” “A-yi tidak tahu kapan kamu dioperasi Ani, nanti A-yi akan tanyakan dokternya, tapi kamu harus tetap bersemangat ya,” Susanti menjawab sambil mengusap keringat yang terus mengucur di kening Ani karena menahan rasa sakitnya saat itu.

Sesaat kemudian dokter jaga menghampiri relawan Tzu Chi. Dokter menjelaskan bahwa tumor pada kaki Ani adalah tumor ganas yang sudah tahap lanjut. Tumor harus dioperasi dengan mengamputasi kakinya yang sudah membusuk. Apa yang dijelaskan oleh dokter membuat wajah relawan Tzu Chi memucat dan bola mata mereka berkaca-kaca menahan air mata.

Bingung bagaimana menyampaikan berita ini pada Ani dan ibunya, relawan Tzu Chi melangkah gontai menghampiri ibu Ani, menjelaskan rencana operasi oleh tim bedah ortopedi RSCM. Mendengar penuturan dari relawan Tzu Chi, ibu Ani hanya bisa pasrah menerima kenyataan, lalu ia bercerita tentang kisah awal sakit yang diderita Ani dengan suara yang tersendat seperti menahan kepedihannya.

Estafet Cinta Kasih
Ani, panggilan sehari-harinya memiliki nama lengkap Febriana. Anak ke-4 dari 6 bersaudara ini lahir pada tanggal 25 Februari 1996, di Desa Sungai Pinyuh, Kelurahan Nusa Pati RT 01/05, Pontianak, Kalimantan Barat. Ia lahir dari pasangan Lim Bie Nam dan Khim Tjau. Dulu, Ani adalah seorang anak yang manis dan pandai. Ia selalu meraih ranking di sekolahnya. Namun sayang, penyakitnya menyebab-kan ia hanya bersekolah sampai kelas III SD.

Saat masih sekolah, tumbuh benjolan seukuran kelereng di pangkal paha Ani. Lama-kelamaan benjolan tersebut membesar, dikelilingi warna kemerahan di bagian pinggirnya. Dari kesepakatan keluarga dan sokongan dana dari sebuah surat kabar lokal, keluarga Ani membawanya ke sebuah rumah sakit di daerah Kuching, Sarawak, Malaysia. Dokter bedah ortopedi mengatakan kaki Ani harus diamputasi, itu pun kalau keluarga Ani bersedia. Namun keluarganya sangat tidak setuju, terutama ibunya, karena ia berpendapat bagaimana anak sekecil Ani bisa melanjutkan hidup hanya dengan satu kaki. Karena itu ia tidak rela dan membawa Ani pulang kembali ke Pontianak untuk dirawat di rumah


Waktu terus berlalu, Ani yang lincah kini berubah menjadi lemah dan pucat, hanya pasrah karena tumor terus membesar pada pangkal pahanya. Suatu saat, ibu Ani mendapatkan saran untuk membawa Ani ke pengobatan alternatif di daerahnya. Di pengobatan alternatif itu, tumor di pangkal paha Ani dikeluarkan cairannya. Selang beberapa saat tumornya mengempis, hanya meninggalkan sisa luka kecil pada pahanya.

Melihat perkembangan ini, seluruh keluarga Ani sangat senang, bahkan menganggap Ani sudah sembuh. Tapi kegembiraan tersebut tidak berlangsung lama, selang beberapa minggu, benjolan tersebut makin membesar dan berlubang, serta mengeluarkan cairan berbau busuk dan anyir. Bahkan celah-celah lukanya digerogoti belatung.

Waktu terus berlalu, keadaan Ani semakin parah namun keluarganya hanya bisa pasrah. “Saya tidak menyangka dapat bertemu dengan Yayasan Buddha Tzu Chi,” kata ibu Ani dengan lirih. Melalui berbagai proses Ani datang ke Jakarta. Selama ini Phang Yung Khiong yang membantu dana pengobatan Ani. Ia berteman dengan Darsono yang kenal baik dengan Adi Prasetio (seorang relawan Tzu Chi). Berawal dari penyampaian informasi lewat beberapa orang ini, kemudian, surat kabar lokal yang sempat memuat berita tentang Ani mengirim cuplikan artikel tersebut ke Tzu Chi via faksimili dan ditindaklanjuti oleh Lulu. Usaha mengobati Ani dilengkapi oleh Wong Ka-liong yang memberikan bantuan tiket pulang-pergi untuk Ani dan ibunya sehingga terwujudlah jalinan cinta kasih universal ini. Di Jakarta, Ani tidak mempunyai famili, hanya relawan-relawan Tzu Chi, Susanti dan Eva Wiyogo yang setia mendampinginya.

Meniti Jalan Kesembuhan
Empat hari Ani dirawat dalam bangsal khusus anak di RSCM dan dalam kondisi yang baik. Setelah menjalani berbagai pemeriksaan di laboratorium dan berbagai persiapan operasi oleh para konsulen (dokter senior) yang meliputi dokter anastesi, bedah anak, dan bedah ortopedi, akhirnya diputuskan Ani dioperasi tanggal 5 November 2004 jam 10.00 pagi.

Operasi berjalan selama 3 jam. Sepanjang waktu itu ibunya tak henti-hentinya berdoa, dan wajahnya tampak tegang. Untunglah operasi selesai dan berjalan baik. Ketegangan di wajah ibu Ani seolah mencair. Ketika dokter memberitahukan bahwa Ani sudah selesai dioperasi dan sedang berada di ruang ICU anak, barulah ibu Ani dapat tersenyum. Dua hari Ani tinggal di ruang ICU anak, keadaannya berangsur-angsur membaik dan ia pun dipindahkan ke ruangan semula untuk perawatan pascaoperasi.

Dalam masa pemulihan, ibunya menjaga dan merawat Ani dengan penuh kesabaran dan kasih sayang sehingga kesembuhannya berlangsung cepat. Lewat 2 minggu, Ani mulai menjalani terapi jalan dengan tongkat untuk melatih keseimbangan. Ia didampingi oleh Lulu dan Su-yen (staf Bakti Amal Tzu Chi). Walaupun dalam masa pemulihan ini wajah Ani masih agak pucat, namun sesekali ia tersenyum senang karena merasa sudah sembuh serta telah melepaskan beban penderitaannya.

Hampir satu bulan Ani dirawat di bangsal khusus anak RSCM. Kebosanan mulai membayangi raut wajahnya, hingga suatu hari terbersit ide di benak para relawan untuk mengajak Ani berlibur ke Dunia Fantasi (Dufan), Ancol, Jakarta.

Tanggal 24 Desember 2004 rencana itu terwujud. Menghabiskan sepanjang hari di Dufan membuat Ani sangat bahagia. Ia paling senang saat masuk ke Istana Boneka, karena Ani memang sangat menyukai boneka. Kunjungan relawan Tzu Chi bersama Ani, Maria, dan Sofian (anak-anak yang dulu juga adalah pasien kasus Tzu Chi) cukup menarik perhatian pengunjung lainnya. Namun hal itu tidak mengusik keceriaan anak-anak ini.

 


Selanjutnya >>

 

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia
Telp. (021) - 6016332, Fax. (021) - 6016334
Copyright © 2005 TzuChi.or.id